Selasa, 27 Oktober 2009

Kronik Peristiwa Sastra dan Politik 1960-an:




oleh Asep Sambodja


1960
(1) Juli: Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) memberikan hadiah sastra di bidang puisi kepada Ramadhan K.H. dan Hr. Bandaharo; di bidang cerpen kepada Trisnojuwono, Pramoedya Ananta Toer, dan Ajip Rosidi; di bidang novel kepada Toha Mohtar; dan di bidang drama kepada Utuy Tatang Sontani, Nasjah Djamin, dan Rustandi Kartakusuma.

(2) Agustus: Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Masyumi dilarang karena oposisi terhadap Demokrasi Terpimpin dan keterlibatan elite kedua partai tersebut dalam pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

(3) 31 Agustus: Sidang Pleno II Lekra. Sidang pleno ini memantapkan Mukadimah Lekra dan sikap “Politik adalah panglima.”

(4) Harian Rakjat memberikan hadiah sastra di bidang esai kepada Pramoedya Ananta Toer dan Mia Bustam; di bidang puisi kepada Hr. Bandaharo, Dodong Djiwapradja, Chalik Hamid, dan S.W. Kuntjahjo; di bidang cerpen kepada Bachtiar Siagian; dan di bidang terjemahan kepada Agam Wispi, Muslimin Jasin, dan Huang Khuen Han.

1961
(1) Majalah Sastra terbit; redaktur: H.B. Jassin, D.S. Moeljanto, M. Balfas.

(2) Pramoedya Ananta Toer dipenjara karena menerbitkan buku Hoakiau di Indonesia.

1962
(1) Presiden Soekarno mengangkat D.N. Aidit dan Njoto sebagai menteri-menteri penasihat tanpa portofolio.

(2) September: Novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck karangan Hamka dihebohkan sebagai jiplakan. Abdullah Said Patmadji dan Pramoedya Ananta Toer menuduh Hamka sebagai plagiator. Novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dituduh sebagai plagiat dari novel Majdulin karya Mustofa Luthfi Al Manfalutfi, yang merupakan terjemahan dari Sous les Tilleuls karya Alphonse Karr. Tuduhan itu dimuat di Harian Rakjat dan Bintang Timur.

(3) 13-20 November: Konferensi Sastrawan Asia-Afrika II di Mesir. Delegasi Indonesia diwakili antara lain oleh Pramoedya Ananta Toer, Rivai Apin, Joebaar Ajoeb.

(4) 16 November: Majalah Sastra memberikan penghargaan kepada karya sastra terbaik. Di bidang puisi diberikan kepada M. Saribi Afn, Piek Ardijanto Suprijadi, dan M. Poppy Hutagalung; di bidang cerpen kepada Bur Rasuanto, Motinggo Boesje, dan Virga Belan; di bidang drama dan cerita bersambung diberikan kepada B. Soelarto, Djamil Suherman, dan Usamah; di bidang kritik dan esai kepada Goenawan Mohamad, D.A. Peransi, dan Hartojo Andangdjaja.

(5) Motinggo Busye menerbitkan Malam Jahanam.


1963
(1) 8 Maret: Sitor Situmorang menilai karya Chairil Anwar kontrarevolusioner.

(2) 22-25 Maret: Konferensi Nasional I Lembaga Sastra Indonesia (LSI) diadakan di Medan. Terbentuk Pengurus Pusat LSI yang terdiri dari Bakri Siregar, Pramoedya Ananta Toer, Utuy Tatang Sontani, Agam Wispi, Sobron Aidit, M.S. Ashar, S. Rukiah, Sugiarti Siswandi, dan Hr.
Bandaharo.

(3) Mei: Jumlah front intelektual PKI, Lekra, mencapai 100.000 orang.

(4) Mei: MPRS mengangkat Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

(5) 17 Agustus: Wiratmo Soekito menyusun “Manifes Kebudayaan”. Sastrawan-sastrawan muda menolak seruan “Politik adalah panglima” yang didengungkan sastrawan Lekra.

(6) September/Oktober: “Manifes Kebudayaan” diumumkan.

(7) H.B. Jassin dan Junus Amir Hamzah menerbitkan Tenggelamnya Kapal van der Wijck dalam Polemik. Jakarta: Mega Bookstore.

(8) Soekarno dan Soebandrio menyerukan konfrontasi dengan Malaysia.

1964
(1) 27 Januari: Hamka dipenjara tanpa diadili. Ia dituduh hendak membunuh Presiden Soekarno dan Menteri Agama.

(2) 1-7 Maret: Konferensi Karyawan Pengarang se-Indonesia (KKPI) diadakan di Jakarta. Konferensi ini menghasilkan “Ikrar Pengarang Indonesia”.

(3) 8 Mei: Presiden Soekarno melarang “Manifes Kebudayaan”. Buku-buku sastrawan Manikebu dilarang.

(4) 24-25 Agustus: Konferensi Nasional II Lekra diadakan di Jakarta. Dalam konfernas ini dihasilkan sebuah resolusi yang antara lain berbunyi teruskan pengganyangan terhadap Manikebu.

(5) 27 Agustus-2 September: Konferensi Sastra dan Seni Revolusioner (KSSR) diadakan di Jakarta. Konferensi ini menghasilkan “Resolusi KSSR”.

(6) Buku Revolusi di Nusa Damai karya Ktut Tantri terbit.

(7) Jean-Paul Sartre menolak Hadiah Nobel.

1965
(1) September-Oktober: Terjadi peristiwa penculikan dan pembunuhan para jenderal yang disebut sebagai Dewan Jenderal oleh sebuah gerakan yang menamakan dirinya Gerakan 30 September yang dipimpin Letkol Untung. Pangkostrad Mayjen Soeharto, satu-satunya petinggi Angkatan Darat yang selamat dalam aksi pembunuhan itu mengambil alih kepemimpinan di
Angkatan Darat. PKI dituduh berada di balik aksi itu. Setelah PKI dilarang, terjadi pembunuhan massal. Sedikitnya 500.000 orang dibunuh. Lekra dilarang. Banyak sastrawan Lekra yang dipenjara, sebagian hidup sebagai sastrawan eksil di Eropa. Perempuan aktivis yang tergabung dalam Gerwani banyak yang menjadi korban perkosaan. Buku-buku karya sastrawan Lekra dilarang.

(2) 30 November: Semua buku pengarang Lekra dilarang.

(3) Subagio Sastrowardoyo menerbitkan buku kumpulan cerpen Kejantanan di Sumbing.

1966
(1) Mei: Soeharto mendukung berakhirnya konfrontasi dengan Malaysia.

(2) Juli: Majalah Horison terbit; redaktur: H.B. Jassin, D.S. Moeljanto, Soe Hok Djin (Arief Budiman), dan lain-lain.

(3) Agustus: Muncul istilah “Angkatan 66”; istilah ini berasal dari H.B. Jassin.

(4) Majalah Budaya Jaya terbit. Redakturnya adalah Ajip Rosidi, Ramadhan K.H., dan Harijadi S. Hartowardojo.

(5) Taufiq Ismail menerbitkan buku Tirani dan Benteng.

1967
(1) Naskah drama Kuntowijoyo, Rumput-Rumput Danau Bento menjadi pemenang harapan Sayembara Penulisan Lakon Badan Pembina Teater Nasional Indonesia.

(2) Slamet Sukirnanto menerbitkan buku puisi Jaket Kuning.

(3) Majalah Horison memberikan penghargaan sastra di bidang puisi kepada Subagio Sastrowardoyo dan Sanento Juliman; di bidang cerpen kepada Umar Kayam, M. Fudoli, dan M. Abnar Romli.

(4) MPRS mengangkat Soeharto sebagai pejabat presiden.

(5) Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Nahdlatul Ulama (NU) ditekan oleh pemerintah. Sitor Situmorang dipenjara.

1968
(1) 2 Januari: Sanusi Pane meninggal dunia di Jakarta.

(2) 12 Oktober: Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara menyita majalah Sastra karena majalah ini memuat cerpen Kipanjikusmin, “Langit Makin Mendung”, dalam edisi Agustus. Pemimpin Redaksi Sastra H.B. Jassin diadili.

(3) 31 Oktober: Diskusi tentang Kritik Sastra diadakan di Jakarta.

(4) H.B. Jassin menerbitkan Angkatan 66: Prosa dan Puisi. Jakarta: Gunung Agung. Berisi prosa dan puisi.

(5) Majalah Horison memberikan penghargaan sastra di bidang puisi kepada Rendra dan Abdul Hadi W.M.; di bidang cerpen kepada Danarto, Julius J. Sijaranamual, Satyagraha Hoerip, dan Gerson Poyk.

(6) MPRS mengukuhkan Soeharto sebagai Presiden RI untuk lima tahun ke depan. Soeharto melakukan sentralisasi kekuasaan. Dari 25 provinsi yang ada, 17 di antaranya dipegang oleh perwira militer.

1969
(1) Iwan Simatupang menerbitkan naskah drama Petang di Taman dan novel Ziarah.

(2) Sapardi Djoko Damono menerbitkan buku puisi Duka-Mu Abadi. Bandung: Jeihan.

(3) Ajip Rosidi menerbitkan Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Binacipta.

(4) Umar Kayam menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

(5) Sentralisasi kekuasaan terus dilakukan; lebih dari 50% bupati dan walikota yang ada di Indonesia berasal dari militer.

(6) Transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto berakhir. Soekarno meninggal pada Juni 1970 dalam posisi sebagai tahanan rumah.

Citayam, 28 Oktober 2009

Tidak ada komentar: